NUSAKALIMANTAN.COM, Palangka Raya – Sidang pemeriksaan pendahuluan perkara kontsitusi Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Gubernur Kalteng 2020 telah digelar kemarin Rabu siang (27/1/2021) di gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta.
Dalam sidang panel 1 hakim konstitusi itu, selain PHP Gubernur Kalteng dengan perkara Nomor 125/PHP.GUB-XIX/2021, juga digelar sidang pemeriksaan pendahuluan bagi PHP Bupati Kotawaringin Timur perkara Nomor 14/PHP.BUP-XIX/2021, dan PHP Bupati Sekadau dengan perkara Nomor 12/PHP.BUP-XIX/2021.
Sidang dipimpin langsung Ketua MK Anwar Usman dan dihadiri kuasa hukum paslon 1 Ben-Ujang yakni Bambang Widjayanto Cs, kuasa hukum pihak termohon Ali Nurdin Cs, dan dua orang pihak kuasa hukum paslon 2 Sugianto-Edy yakni Rahmadi G Lentam SH MH dan Didi Supriyanto SH MHum.
Sedangkan tim kuasa hukum lainnya, termasuk pihak terkait Sugianto Sabran dan Edy Pratowo hanya diperkenankan mengikuti sidang pemeriksaan pendahuluan tersebut secara online (Daring).
Agenda sidang adalah mendengarkan posita dan petitum yang dibacakan kuasa hukum Paslon 1 Ben Brahim S Bahat-Ujang Iskandar yang diwakili advokat Bambang Widyayanto Cs sekaligus mendengarkan ketetapan majelis panel tentang sah atau tidaknya alat bukti yang diajukan, dan keputusan sebagai pihak terkait.
Baca juga : MK Sahkan Alat Bukti Ben-Ujang dengan Beberapa Catatan
Menanggapi proses sidang perdana pemeriksaan pendahuluan tersebut, Rahmadi G Lentam SH MH selaku Ketua tim advokat Paslon 2 H Sugianto Sabran-H Edy Pratowo angkat bicara.
Dia menguraikan, hakikatnya perkara di MK menurutnya sama saja dengan proses perkara di peradilan dalam lingkungan peradilan umum, hanya yang berbeda objek perkaranya saja.
Ujar dia, jika perkara diregister atau teregister (dicatat/tercatat) sangat keliru dan menyesatkan jika berkesimpulan permohonan telah terbukti dan dikabulkan, perkara diregister itu karena berkas administrasi permohonannya telah sesuai secara formal.
“Urusan terbukti atau tidaknya itu nanti setelah Panel MK qq Rapat Permusyawaratan Hakim MK mengambil putusan usai mendengar jawaban dan bukti dari Termohon, keterangan Pihak Terkait dan bukti yang bersifat tegenbewijs, serta keterangan Bawaslu dan bukti,” ucap Rahmadi G Lentam.
Dia meberi contoh seperti yang terjadi di kabupaten Mimika, Kepulauan Yapen, dan Puncak Jaya. Kata dia, sama sekali tidak relevan dan tidak konkruen dengan Pilkada Kalteng.
“Di Kalteng tidak ada tindakan insubordinasi seperti di Kepulauan Yapen, di Kalteng tidak ada KPPS yang tidak diangkat dengan Surat Keputusan seperti yang didalilkan terjadi di 8 Distrik di Kabupaten Mimika, semua suara dari TPS, telah direkapitulasi, kemudian berproses di tingkat kecamatan dan kabupaten/kota hingga provinsi, tidak seperti di Kabupaten Puncak Jaya yang hanya merekapitulasi dari 20 distrik dari 26 distrik,” kata advokat popular Kalteng ini.
Artinya, lanjut dia, “posita” mengutip apa yang terjadi di Kabupaten Puncak Jaya, Kepulauan Yapen dan Mimika sama sekali tidak relevan. Lagipula tidak terdapat dalam dalil permohonan yang memastikan kejadian yang sama dan identik yang terjadi di Kalteng.
“Soal TSM ini kewenangan Bawaslu, demikian juga soal pelanggaran pemilihan, jika benar maka menjadi kewenangan Bawaslu sesuai ketentuan UU Pilkada jo. Perbawaslu 8 dan 9 Tahun 2020, artinya harus ada bukti yang tervalidasi dari lembaga/badan yang berwenang berupa putusan/rekomendasi atau ada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap jika terkait kejahatan pilkada,” bebernya.
Akan tetapi, imbuhnya, jika hanya sekedar “hayalan” yang dinarasikan seolah-olah “kejadian dahsyat”, padahal sama sekali tidak ada bukti yang tervalidasi seperti misalnya yang terjadi di Kabupaten Kapuas yang berdasarkan rekomendasi Bawaslu Kapuas setidaknya ada 5 Kades dan ASN, Plt. Camat Kapuas Murung yang tidak netral karena mendukung Paslon 01 Be-Ujang.
Dan hasilnya, sambung Rahmadi, di Desa dan atau Kecamatan yang bersangkutan secara signifikan Paslon 01 memperoleh suara terbanyak, maka bukti dari Bawaslu dimaksud merupakan peristiwa yang benar dan tervalidasi sesuai kewenangan Bawaslu dan ini merupakan alat bukti yang bersifat tegenbewijs (kuat dan tidak terbantahkan).
“Tidak hanya sekedar narasi yang kemudian dilengkapi dengan surat pernyataan yang segunung namun tidak tervalidasi, dan bahkan bisa jadi justru ini membuka ruang baru dugaan pemberian surat pernyataan yang isinya tidak benar (palsu) dan atau jika disampaikan dalam persidangan bisa jadi terindikasi sebagai surat pernyataan dan atau keterangan palsu,” pungkas dia.
Rahmadi menambahkan, apa yang disampaikannya tersebut hanya bersifat informatif tanpa bermaksud menggurui siapapun. “Jika apa yang saya sampaikan ini bermanfaat untuk mencerdaskan silakan dijadikan pengetahuan. Jika tidak ya silakan dibuang ke keranjang sampah, karena jika apa yang disampaikan salah dan keliru maka biarlah itu jadi kebodohan yang saya miliki, jika saya benar maka yang tidak sependapat bisa jadi memang karena tabiatnya tidak dapat menerima pengetahuan yang baik dan benar,” tutup Rahmadi G Lentam. (nk-1)
Alat bukti yang tidak pas dengan keadaan saat plgub…spanduk terpangpang di seluruh kalimatan tengah…itu suatu kewajaran kerna peringatan covit 19 itu wajib… di berita kan ke khalayak ramai…sebagai ketua penangulangan bahaya pennyakit menular…bagi ketua penanggulangan itu sangat wajar…bukan baleho kampanye yg di jadikan alat bukti dari paslon no 1 ben Ujang…cuba di teliti secara seksama ada kah disitu bunnyi ajuran untuk memilih calon pilgub yg termohon..no 2 bapak sugianto sabran dan pak Edy Pratowo..kan tidak ada …menurut saya http://sck.io/p/0dcJuhWP tidak sah alat bukti yg di ajukan oleh pemohon Ben ujang paslon no 1 alat bukti yg mengada2….the evidence is irrelevant … haha