NUSAKALIMANTAN.COM, Palangka Raya – Kuasa hukum termohon (KPU Kalteng) Ali Nurdin menilai pihak pemohon (paslon Ben-Ujang) tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan perkara perselisihan hasil pemilihan (PHP) Gubernur Kalteng 2020.
Hal itu dikemukakannya saat mengikuti pemeriksaan persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan agenda mendengarkan keterangan pihak termohon yang digelar Rabu (3/2/2021) melalui panel 1 MKRI untuk perkara No.125/PHP.GUB-XIX/2021.
Ali Nurdin selaku kuasa hukum KPU Kalteng diberikan waktu 10 menit oleh majelis panel yang dipimpin langsung Ketua MKRI Anwar Usman. Dalam sidang kedua PHP Gubernur Kalteng 2020 ini, hadir pihak termohon, pihak terkait melalui kuasa hukum, dan pihak Bawaslu Kalteng secara off line dengan menerapkan protokol kesehatan.
Sementara secara daring, sidang juga dihadiri pihak pemohon yang diwakili kuasa hukum Ben-Ujang yakni Bambang Widjayanto Cs.
Baca juga : MK Sahkan Alat Bukti Ben-Ujang dengan Beberapa Catatan
Dalam jawaban atas permohonan pemohon yang dibacakan pada sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar 27 Januari 2021 lalu, Ali Nurdin selaku kuasa hukum KPU Kalteng menjawab bahwa permohonan pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan kepada MK.
“Pada halaman 4 kami sajikan tabel perolehan suara pemohon sebanyak 502.800, pihak terkait 536.128 suara, jumlah suara sah adalah 1.038.928, selisih suara 33.328, sedangkan ambang batas 1,5 persen adalah 15.583 suara,” ungkap Ali Nurdin.
Dengan demikian, lanjutnya, karena selisih perolehan suara pemohon dengan pihak terkait tidak memenuhi syarat ambang batas sebagaimana diatur ketentuan pasal 158 UU Pemilihan, maka pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan PHP Gubernur-Wakil Gubernur Kalteng 2020, oleh karena itu, permohonan pemohon haruslah dinyatakan tidak dapat diterima.
Dikatakan Ali Nurdin, sikap mahkamah konsisten menerapkan ambang batas. Dilanjutkannya bahwa dalam permohonannya pemohon merujuk pada beberapa putusan MK yang telah menunda pemberlakuan ketentuan pasal 158 yaitu terkait putusan dalam perkara Pilkada Kabupaten Puncak Jaya, Kepulauan Yapen dan Pilkada Mimika.
“Bahwa selain tiga kasus tersebut masih ada kasus lain yang tidak disebutkan oleh Pemohon, dimana mahkamah menunda pemberlakuan pasal 158 yaitu putusan nomor 50 dalam Pilkada Intan Jaya, Pilkada Tolikara dan Pilkada Paniai. Bahwa pemohon telah keliru dengan menyatakan terdapat putusan yang telah diputus oleh MK dengan mengecualikan penerapan ketentuan ambang batas hasil Pilkada, karena mahkamah tidak pernah mengecualikan penerapan pasa 158 UU pemilihan, MK hanya menyatakan menunda pemberlakuan ambang batas karena terdapat kejadian khusus yang membuat hasil perolehan suara belum dapat dipastikan jumlahnya sehingga mahkamah belum bisa menerapkan ambang batas,” ungkap Ali Nurdin.
Selain itu, Ali Nurdin juga menyampaikan, bahwa alasan terjadinya pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif tidak pernah djadikan bahan pemeriksaan mahkamah setelah ditundanya pemberlakuan pasal 158 UU Pemilihan.
Dia juga menyebut dalam pelaksanaan Pilkada Gubernur-Wakil Gubernur Kalteng 2020 tidak ada kejadian khusus yang menyebabkan terganggunya proses rekapitulasi penghitungan suara pada tingkat provinsi, tingkat kabupaten atau pun pada tingkat kecamatan.
“Sehingga tidak ada satu pun yang dapat meragukan kepastian rekapitulasi hasil penghitungan suara pada semua tingkatan, pemohon tidak pernah mempersoalkan hasil rekapitulasi penghitungan suara oleh termohon, oleh karena itu dalil-dalil yang diajukan pemohon tidak berdasar dan harus dikesampingkan,” papar Ali Nurdin. (nk-1)