NUSAKALIMANTAN.COM, Banjarmasin – Berawal dari pro-kontra pengajian tauhid yang digelar di Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau, dengan materi pengajian yang diklaim bersumber dari Kitab Barencong, MUI Kabupaten Pulang Pisau berinisiatif melakukan penelusuran terhadap keberadaan Kitab Barencong ke Martapura hingga Rantau, Provinsi Kalimantan Selatan.
Perjalanan selama 3 hari berturut-turut tersebut dilaksanakan mulai Jum’at hingga Minggu (27-29/8/2021) yang diikuti sejumlah pengurus MUI Kabupaten Pulang Pisau, diantaranya Ketua MUI Ustadz H Suriyadi, Sekretaris MUI Khairani, Sekretaris PC NU Nasrun Rambe, Ketua Komisi Fatwa MUI Drs H Khairil Anwar, Bendahara MUI Muliani, Wakil ketua MUI Ustadz Hamdani, anggota komisi fatwa MUI Ustadz H Junaidi dan beberapa anggota MUI lainnya, serta didampingi salah seorang anggota Sat Intel Polres Pulang Pisau.
Pada Jumat pagi (27/8/2021), penelusuran dimulai dengan mengunjungi salah seorang ulama di Tanjung Rema, Martapura yakni Tuan Guru H Farid Miski. Beliau salah satu ulama zuriat Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari dan menjadi salah satu ulama yang diperkenankan Tuan Guru Syekh Muhammad Zaini Bin Abdul Ghani (Abah Guru Sekumpul) untuk memberi ijazah Mushofahah atau bersalaman, ijazah imamah atau surban, ijazah memakai selendang, dan ijazah tasbih.
“Kedatangan kami kemari salah satunya adalah ingin mengetahui tentang kisah Kitab Barencong yang melekat pada riwayat (manakib) Datuk Kalampayan dan Syekh Abdussomad (Datu Sanggul), apakah kitab tersebut benar-benar ada, dan jika ada kami perlu mengetahui bentuk fisik kitab aslinya seperti apa, sebagai bahan kami untuk memberikan imbauan kepada masyarakat, khususnya umat muslim di Kabupaten Pulang Pisau,” tanya Ustadz H Suriyadi kepada Tuan Guru Farid Miski.
Ditambahkan Ustad H Suriyadi, bentuk kitab yang diklaim sebagai Kitab Barencong tersebut berupa naskah fotokopi dan ada yang berupa cetakan dengan judul kitab Babul Haq dan terdapat foto Datu Sanggul pada bagian depan sampul buku.
Tuan Guru Farid Miski menjawab, secara fisik kitab yang disebut-sebut Kitab Barencong ini tidak pernah ada kabar sahih siapa yang memegang kitab tersebut. “Kalau kisahnya memang ada, seperti kisah legenda, namun secara fisik kami belum pernah melihat bagaimana bentuk dan isi asli kitab yang disebutkan dalam manakib Datuk Sanggul maupun Datuk Kalampayan tersebut,” kata Tuan Guru Farid Miski.
Ditambahkan Tuan Guru Farid bahwa Kitab Barencong adalah merupakan kitab yang masih menjadi perdebatan tentang isinya, ada yang menyebutkan berisi tentang ilmu hakekat dan ilmu ma’rifat, ada pula yang menyebutkan berisi tentang ilmu kesaktian, sehingga tidak dianjurkan untuk diajarkan kepada masyarakat tanpa bimbingan khusus.
Bahkan, dari pengalaman dan pengetahuan agama yang diperolehnya, beliau menyatakan bahwa pernah mendengar perkataan Tuan Guru Syekh H Muhammad Zaini Bin Abdul Ghani atau Guru Sekumpul bahwa Kitab Barencong yang banyak beredar di masyarakat itu 90% palsu dan dapat menyesatkan.
Mengenai adanya pengajian yang mengajarkan kitab yang diklaim sebagai Kitab Barencong, Tuan Guru Farid Miski menyarankan agar masyarakat harus teliti sebelum mengikuti pengajian-pengajian tauhid terlebih yang mengajarkan kitab yang diklaim sebagai Kitab Barencong.
“Kalau inti pelajarannya adalah meremehkan syariat atau bahkan meninggalkan syariat, maka pengajian itu jangan diikuti, karena ajaran itu bertentangan dengan sunnah dan aliran yang haq yaitu ahlussunnah wal jama’ah,” ucap Tuan Guru Farid Miski.
Usai menemui Tuan Guru Farid, rombongan MUI Pulang Pisau kemudian menyempatkan diri ziarah ke makam Guru Sekumpul di Martapura, dan melanjutkan pertemuan dengan sejumlah ulama besok harinya.
Pada Sabtu pagi (28/8/2021), rombongan berangkat menggunakan 3 buah mobil menuju Kampung Melayu tempat kediaman Tuan Guru H Munawar Ghazali yang juga merupakan cucu dari Tuan guru H Kasyful Anwar salah seorang Pimpinan Pondok Pesantren Darussalam Martapura sekaligus zuriat Datu Kalampayan.
Berdasarkan hasil percakapan dengan Tuan Guru Munawar menyampaikan bahwa ilmu syariat harus diutamakan terlebih dahulu untuk dipelajari dan diamalkan dengan baik dan benar sebelum seseorang mempelajari ilmu hakekat agar tidak sampai meninggalkan atau meringan-ringankan kewajibannya dalam menjalankan syariat.
“Adapun kadar kewajiban seseorang yang baru atau pemula dalam mempelajari ilmu tauhid hanya sebatas pengetahuan tentang pengenalan terhadap sifat yang wajib, mustahil dan Jaiz bagi Allah SWT atau biasa disebut mengaji Sifat 20,” ujar Guru Munawar.
Ditambahkan bahwa pelajaran tentang ilmu hakekat pada dasarnya tidak wajib untuk dipelajari, banyak kriteria khusus bagi orang yang hendak mempelajarinya diantaranya yaitu harus kuat dan istiqamah terlebih dahulu mengenai ilmu dan amal syariatnya. “Pentingnya bimbingan oleh seorang guru yang Murabbi Mursyid atau kemampuan seorang guru dalam mengajarkan ilmu hakekat,” ujarnya.
Mengenai keberadaan Kitab Barencong beliau menyatakan tidak pernah melihat, belajar maupun diwariskan Kitab Barencong. “Kita sebagai zuriat dari Tuan Guru Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari atau Datuk Kalampayan tidak pernah diajarkan atau diwariskan sebuah kitab yang disebut secara khusus Kitab Barencong,” ucap Guru Munawar. Bersambung… (tim)