NUSAKALIMANTAN.COM, Pulang Pisau – Rencana Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Pulang Pisau untuk menaikkan tarif hingga 50 persen mendapat sorotan dari anggota DPRD Pulang Pisau.
Suhardi, anggota Komisi II DPRD Pulang Pisau Fraksi Golkar adalah salah satu legislator yang kurang sependapat rencana kenaikan tarif PDAM di Pulang Pisau ini. Menurutnya belum saatnya PDAM Pulang Pisau menaikkan tarif.
“Saat ini masyarakat mengalami krisis akibat pandemi Covid-19, sebagian masyarakat mengeluhkan kondisi perekonomiannya, kalau ujuk-ujuk tarif PDAM naik kasihan masyarakat,” ujar Suhardi, Minggu (12/9/2021).
Menurut dia, kalaupun PDAM sendiri memiliki alasan yang kuat untuk menaikkan tarif, hendaknya hal ini nanti dibahas di DPRD untuk mendengarkan pendapat dan masukan.
Suhardi mengakui, rencana kenaikan tarif PDAM Pulang Pisau ini didasari kerugian yang dialami PDAM selama ini. Namun jika memperhatikan kondisi masyarakat, ia berpendapat belum saatnya membuat kebijakan menaikkan tarif PDAM.
“Memang kenyataannya PDAM mengalami kerugian kalau tarif tidak dinaikkan, tapi mau bagaimana lagi, PDAM ini kan BUMD yang bergerak di bidang pelayanan, jadi tak perlu ngotot mengejar benefit lah, toh setiap tahun PDAM mendapatkan subsidi dari pemerintah daerah untuk menutupi biaya operasional,” ucap Suhardi.
Perlu diketahui, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Pulang Pisau merencanakan kenaikan tarif pelanggan. Kenaikan tarif PDAM itu direncanakan sebesar 50 persen dari tarif sebelumnya.
Direktur PDAM Pulang Pisau Sis Hernawa mengungkapkan, ada beberapa hal yang melatarbelakangi rencana kenaikan atau yang ia sebut penyesuaian tarif pelanggan PDAM Pulang Pisau itu.
Ia mengatakan kenaikan tersebut berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia (Permendagri RI) Nomor 21 tahun 2021 tentang perhitungan dan penetapan tarif air minum.
Selain itu dasar rencana kenaikan tarif PDAM ini adalah hasil audit/evaluasi kinerja BPKP tahun buku 2019 dan hasil audit KAP tahun buku 2019 tentang laporan keuangan. Belum adanya penyesuaian tarif sejak tahun 2015 atau saat terbitnya SK Bupati Nomor 29 tahun 2015.
“Memang ada kenaikan tarif dari sebelumnya, kemungkinan sampai 50 persen. Saat ini nilai harga jual air lebih kecil dari harga pokok produksi dan harga bahan pokok produksi. Apalagi di saat pandemi ini harga bahan pokok produksi mengalami peningkatan rata rata 10 persen per tahun,” kata Sis.
Ia juga mengungkapkan, rata – rata air per meter kubik adalah sebesar 71,25 persen dari harga pokok air per meter kubik (tingkat kehilangan distribusi 20 persen) atau lebih rendah 28,75 persen dari titik impas. Yang berarti perusahaan mendapat kerugian sebesar Rp2.122,24 per meter kubik air yang terjual.
Sedangkan jika menggunakan perhitungan tingkat kehilangan distribusi riil, rata rata tarif air per meter kubik adalah sebesar 70,86 persen dari harga pokok air per meter kubik atau lebih rendah 29,14 persen dari titik impas. Yang berarti perusahaan mendapat kerugian sebesar Rp2.162,56 per meter kubik air terjual.
Dengan demikian, harga jual air masih berada di bawah harga pokok air. Sehingga tarif rata rata yang berlaku belum dapat menutup biaya secara penuh atau full cost recovery.
“Tarif rata rata belum full cost recovery dikarenakan masih rendahnya harga penjualan air dibandingkan potensi produksi air. Oleh karena itu kami anggap perlu untuk melakukan penyesuaian tarif,” bebernya. (nk-1)