NUSAKALIAMNATAN.COM,Kuala Kapuas – Kembali korban pengusiran yang merasa diperlakukan tidak adil oleh oknum di PT GAL dengan adanya keputusan sepihak dan penekanan yang dilakukan terhadap mereka menuntut hak mereka setelah rentetan perlakuan yang menurut mereka tidak adil didera mereka.
Suami istri ini menjelaskan kembali adanya oknum manajemen Perusahaan Besar Swasta (PBS) bidang perkebunan sawit
Manager F2 Lamunti berinisial HS dan FK selaku HRD PT GAL dinilai telah melakukan tindakan semena-mena kepada mereka berdua kepada pihak Lembaga Perlindungan Konsumen (LPK) melalui salah satu anggota Yunius Tunggal di kediamannya Jalan Jawa Kuala Kapuas didampingi Biro Humas Lembaga yang mengurusi perlindungan pada konsumen tersebut pada Jumat (4/10) pukul 15.30 WIB.
Seperti dikutip pada pemberitaan sebelumnya, melalui pengacara mereka Pua Hardinata awal Maret 2024 menjelaskan oknum manajemen tersebut telah mengusir pasutri klien kami dari tempatnya biasa berdagang dengan semena-mena,
“Kejadian pengusiran terjadi pada 21 Mei 2022. Pasutri Amat Pamuji dan Etsa Akat yang sejak lama biasa berdagang di area perusahaan dilarang berjualan dan diminta untuk pindah ke tempat lain. Bukan hanya itu saja, oknum manajemen juga mengimbau seluruh buruh atau karyawan agar memboikot berbelanja ke tempat usaha pasutri itu,” Ungkap Pua melalui rilis pada beberapa media saat itu.
Pengacara senior ini menambahkan akibat dari kebijakan itu mematikan usaha berjualan klien kami. Tindakan itu menunjukkan ketidak berpihakan kepada warga atau penduduk setempat,” ucap Pua.
Sedang melihat dari track record perilaku dari kliennya, tidak pernah melakukan tindakan yang merugikan perusahaan maupun tindakan tercela selama berdagang. Justru sebaliknya, keberadaan pasutri ini sangat membantu para buruh atau karyawan dalam mendapatkan kebutuhan sehari- hari.
“Usaha berdagang kecil-kecilan yang dilakukanpun sudah berlangsung lama yakni sejak manager atau kepala kebun yang dijabat oleh pejabat sebelumnya,” terang Pua.
Ironisnya pelaporan ke pihak terkait sampai saat ini tidak ada juga mengeluarkan satu keputusan. Hal ini membuat pasutri Amat Pamuji dan Etsa Akat selaku pelapor meradang.
“Kami berharap tindakan pengusiran semena-mena tersebut bisa diputus hukum adat dengan merujuk 96 Pasal dari Perjanjian Toembang Anoei 1894,” tegas Pua Hardinata.
Lebih lanjut, pengacara yang dikenal telah beberapa kali membebaskan kliennya dari jeratan hukum baik perkara pidana umum atau Tipikor ini menyampaikan, kliennya kemudian melaporkan tindakan pengusiran perusahaan kepada salah satu oknum anggota lembaga swadaya masyarakat (LSM) pada saat itu. Berdasar pada pemberitaan ataupun mengacu pada catatan yang ada pada mereka. Tujuannya untuk menyelesaikan permasalahan yang seperti tidak ada penyelesaian ini.
” Pengalaman yang telah dilalui, pada pelaporan terdahulu pada salah satu LSM bukan penyelesaian yang didapat. Justru malah menambah permasalahan. Salah satunya persoalan dugaan pemalsuan nama dan tandatangan seseorang oleh oknum tersebut. Oknum itu juga tidak pernah melaporkan hasil mediasi maupun kesepakatan dengan perusahaan kepada pasutri ini,” sebut Pua.
Dijelaskan lagi oleh Pua tindakan oknum tersebut semakin membuat klien saya lebih terpuruk lagi sebagai pedagang dalam mencari kebenaran dan memperjuangkan nasibnya,
Yunius Tunggal saat menerima laporan dan menyimak kronologi cerita dari Amat Pamuji dan Etsa Akat, berharap kepada Humas LPK memberitakan kembali dengan harapan agar sudi kitanya pihak yang berkaitan memberikan tanggapan ataupun kelanjutan terlebih lagi dapat seyogyanya memikirkan hak mereka selalu korban pengusiran seperti yang diungkapkan dalam cerita yang dituturkan pasangan suami istri ini, harapnya
Pasangan suami istri korban pengusiran ini pun mnjelaskan sebelumnya ada pertemuan di RM Bulilewu tentang kesepakan sepihak tapi tidak melibatkan korban.
Korban merasa dengan tidak dilibatkan berarti perdamaian antar ormas Dayak dan pihak dari perusahaan yang mengusir.
Dalam hal ini pihak korban merasa dirugikan dengan tidak dilibatkan atau tidak mengetahui makanya akan menuntut akan hak nya selaku korban pengusiran tetap akan dilakukan demi mendapatkan keadilan dan perlakuan yang seharusnya.
Ada semacam pertemuan mediasi pada tanggal
23 Oktober 2023
di Aula Kantor Camat Dadahup, pada tempat tersebut pihak keamanan yang berhadir dan lembaga perlindungan adat setempat malah menekan untuk damai tanpa syarat setelah perlakuan ketidak adilan ini menyengsarakan mereka, terlebih banyaknya penekanan dari pihak yang seharusnya tidak terkait dalam proses sidang adat dan saat itu mediapun tidak boleh meliput,
” Bayangkan saja kita mau diusir, mau dibawa ke pelabuhan untuk dipulangkan ke Jawa karena suami saya orang pendatang sedangkan saya adalah orang Dadahup, karena itulah saya bertahan melawan Walau dengan ketidak percayaan saya, menuntut Keadilan. Jangan cuma keputusan sepihak,” ucap Etsa (wan)
